Kita ketahui bersama bahwa kajian-kajian mengenai naskah sangat
kurang diminati oleh para sarjana, hal ini masih banyak masyarakat yang
menganggap naskah hanya beberapa kumpulan kertas kuno yang tidak menarik untuk
dipandang apa lagi diteliti. Anggapan seperti ini terjadi, karena akibat dari
perubahan zaman yang lebih mengedepan kehidupaan yang pragmatis, sehingga mindset
para serjana muda ikut terkontaminasi dengan dunia yang pragmatis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), salah satu arti
dari kata naskah adalah karangan yang masih ditulis tangan. Sedangkan menurut
Fathurahman, naskah yaitu merujuk pada dokumen yang didalamnya terdapat teks
tulisan tangan, baik berbahan kertas, daluang, lontar, bambu, dan lainnya
(2015, 22).
Dapat kita tarik kesimpulan, naskah tidak lain adalah tulisan
tangan yang berisi berbagai macam dokumen yang dituliskan sebelum muncul mesin
percetakan. Karena sebelum adanya mesin pecetakan, para sarjana klasik menulis
ide, pikiran, gagasan, pesan dan perasaan mereka di alas kertas berupa lontar,
tanah, karas, dan pudak.
Mengenai hubungan naskah dan sejarah kebudayaan, tentu ini
merupakan ruang lingkup yang sangat luas. Naskah merupakan warisan budaya dari
nenek moyang yang diwariskan seraca turun temurun. Kebudayaan lama suatu bangsa
dapat diketahui dari berbagai macam bentuk peninggalan yang salah satu adalah
manuskrip (naskah).
Selain itu, naskah juga bisa dijadikan sebagai inspirasi
pengembangan kebudayaan. Dengan menggali segala kejadian masa lampau melalui
naskah tentu ini akan sangat berguna untuk memperkaya dan menunjang
pengembangan suatu kebudayaan. Karena, bangsa yang maju dalam suatu peradaban
adalah yang tidak pernah melupakan sejarah.
Menurut Suryani di dalam bukunya yan berjudul Filologi bahwa
identitas suatu bangsa didasarkan atas kebudayaannya. Kebudayaan berakar pada
sejarah. Sebagian besar dari sejarah itu dapat diangkat kembali melalui
pengetahuan filologi (kajian teks naskah) (2012, 110). Jadi, budaya masa lampau
sangat berperan penting dalam mempekaya dan menunjang pengembangan kebudayaan
demi memperkuat identitas kebangsaan.
Dengan melalui kajian naskah dapat mengetahui perjalanan dari
sebuah sejarah. Karena dengan memperlajari sejarah memiliki arti penting dalam
kehidupan, seperti dengan adanya sejarah dapam memberi pendidikan, ilham atau
inspirasi, dan kesenangan.
Mengenai apakah kajian naskah masih menarik untuk dikaji saat ini? Tentu,
kita sudah bisa menerka jawaban apa ketika pertanyaan ini di lontarkan kepada
masyarakat awam, kerana mereka tidak mengetahui apa dan bagaimana bentuk naskah
itu. Tetapi, jika pertanyaan seperti ini dilontarkan kepada akademisi terutama
yang bergelut dibidang humaniora, tentu kajian naskah sangat menarik. Walaupun
bukan naskah yang menjadi objek kajian, tetapi bisa jadi kajian naskah yang
digunakan sebagai alat bantu dalam mengkaji ilmu-ilmu lain.
Mengkaji ilmu lain dengan manuskrip (naskah) sebagai alat bantu
atau yang sering disebut dengan interdisipliner ilmu, tentu sangat menarik.
Karena kemungkinan untuk meluaskan objek kajian naskah semakin besar, sehingga
kajian naskah mempunyai andil atau peran terhadap pengembangan ilmu-ilmu lain.
Contoh peran kajian naskah terhadap ilmu-ilmu lain, seperti
sejarah, seni, sastra, budaya dan termasuk juga politik. Seperti di dalam
bukunya Pudjiastuti yang berjudul Naskah dan Studi Naskah tahun 2006, ia
memberikan contoh peran kajian naskah terhadap Pendidikan Agama Islam yang
terdapat dalam naskah Dewi Maleka.
Menarik untuk diketahui, bahwasanya perkembangan teori dan
pendekatan dalam kajian naskah ini sebenarnya tergolong sangat lambat
dibandingkan dengan ilmu lain tertutama untuk perkembangan di Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan sulitnya mencari sumber bacaan yang
memadai terkait dengan perkembangan teori dan pendekatan kajian naskah,
sehingga memang belum banyak literatur yang gunakan unutk memperdalam dan
memperkaya diskusi terkait disiplin ilmu ini.
Mengapa demikian, karena pada awalnya cara kerja kajian naskah
hanya terpaku pada disiplin ilmu itu sendiri, sehingga kuatnya paradigma
monodisipliner membuat proses pengembangan teoritis kajian naskah sangat
lambat, karena ruang lingkup kajiannya sangat sempit dan kajian naskah terasa
asing di masyarakat pada umumnya.
Sebenarnya, masih banyak rahasia-rahasia manuskrip belum terkuak
secara umum. Karena kecenderungan monodisipliner ilmu dalam kajian naskah hanya
sebatas pemahaman dan pengetahuan. Padahal, di dalam kajian naskah banyak
sekali berkaitan dengan persoalan sosial ataupun ilmu-ilmu lain. Bahkan, banyak
masyarakat yang menganggap kajian naskah hanya urusan para filologis, sedangkan
persoalan sosial telah diurus oleh akademisi lain, yang bukan menjadi urusan
para filologis.
Dengan adanya pemikiran seperti itu, lantas proses perkembangan
teori dan pendekatan kajian naskah terhambat. Sehingga tertanam di benak para
sarjana muda bahwa kajian naskah tidak menarik dan tidak memiliki masa depan
yang cerah.
Sehingga muncul terobosan baru, bahwa kajian naskah tidak cukup
dikaji dengan monodispliner ilmu, tetapi juga harus dengan interdisipliner
(antar bidang) ilmu. Dengan begitu, kajian naskah mulai menarik perhatian dari
berbagai macam bidang akademisi, tidak hanya yang bergelut di bidang filologi,
tetapi juga dari bidang ilmu lain seperti sastra, seni, sejarah, politik, dan
lain-lain.
Dalam mengkaji naskah yang menggunakan disiplin ilmu lain atau
melihat hubungannya dengan disiplin ilmu
lain, sehingga persoalan kajian naskah menjadi lebih luas dan objek kajiannya
lebih aktual dan selalu diperbaharui. Dan sarjana yang hanya bergelut di kajian
naskah juga dimungkinkan untuk memperoleh ilmu lain.
Oleh karena itu, kajian naskah mulai mendapat tempat di masyarakat
dan juga memiliki kelebihan tersendiri. Sehingga kajian naskah menjadi tidak
mengasingkan diri lagi dari studi humaniora (kemnusiaan).
*Mheky Polanda, Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab
Komentar